SIARAN PERS (PRESS RELEASE)
PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2022
“LA NINA BERTAHAN HINGGA PERTENGAHAN 2022, 47% WILAYAH ZONA MUSIM TERLAMBAT MASUK MUSIM KEMARAU”
Bagaimana perkembangan musim hujan 2021/2022 sampai dengan saat ini?
Pada akhir Agustus 2021, BMKG merilis Prakiraan Musim Hujan 2021/2022. Hasil pemantauan perkembangan musim hujan 2021/2022 hingga awal Maret 2022 menunjukkan bahwa hampir seluruh zona musim di wilayah Indonesia (97,08%) telah memasuki musim hujan.
Bagaimana kondisi faktor pengendali iklim Indonesia di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia?
Hingga pertengahan Februari 2022, pemantauan terhadap anomali iklim global di dua Samudera yaitu Samudera Pasifik Ekuator menunjukkan La Nina masih berlangsung dan Samudera Hindia menunjukkan Dipole Mode (Indian Ocean Dipole Mode) dalam kondisi Netral. Indeks ENSO (El Nino-Southern Oscillation) menunjukkan wilayah Pasifik tengah dalam kondisi La Nina (indeks Nino 3.4 = -0,8), demikian juga IOD dalam kondisi Negatif (indeks DM = -0,51).
Kondisi ENSO fase dingin ini (La Nina) diprediksi akan terus melemah dan beralih menuju netral pada periode Maret-April-Mei 2022. Selanjutnya, pemantauan kondisi IOD diprediksi akan kembali netral pada Maret hingga Agustus 2022. Prediksi ini akan diperbarui setiap dasarian.
Kapan awal musim kemarau?
Kedatangan musim kemarau umumnya berkait erat dengan peralihan Angin Baratan (Monsun Asia) menjadi Angin Timuran (Monsun Australia). Hingga Februari 2022, aliran angin Monsun Asia masih cukup kuat sesuai dengan normalnya dan diprakirakan masih berlangsung hingga Maret 2022. BMKG memprediksi peralihan angin monsun terjadi seiring aktifnya Monsun Australia pada akhir April 2022 dan mulai mendominasi wilayah Indonesia pada bulan Mei hingga Agustus 2022.
Dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 29,8% diprediksi akan mengawali Musim Kemarau pada bulan April 2022, yaitu Zona Musim di Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa. Sebanyak 22,8% wilayah akan memasuki Musim Kemarau pada bulan Mei 2022, meliputi sebagian Bali, Jawa, sebagian Sumatera, sebagian Kalimantan, Maluku, dan sebagian Papua. Sementara itu, sebanyak 23,7% wilayah akan memasuki Musim Kemarau pada bulan Juni 2022, meliputi Sumatera, sebagian Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sebagian kecil Maluku, dan sebagian Papua. Sedangkan untuk 23,7% wilayah lainnya, awal Musim Kemarau tersebar pada bulan Januari, Maret, Juli, Agustus, September dan Oktober 2022.
Apakah musim kemarau tahun ini datang lebih cepat atau lambat jika dibandingkan dengan normalnya?
Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis Awal Musim Kemarau (periode 1991-2020), maka Awal Musim Kemarau 2022 di Indonesia diprakirakan MUNDUR pada 163 ZOM (47,7%), SAMA pada 90 ZOM (26,6%), dan MAJU pada 89 ZOM (26,0%).
Bagaimana sifat hujan pada musim kemarau tahun ini?
Apabila dibandingkan terhadap rerata klimatologis Akumulasi Curah Hujan Musim Kemarau (periode 1991-2020), maka secara umum kondisi Musim Kemarau 2022 diprakirakan NORMAL atau SAMA dengan rerata klimatologisnya pada 197 ZOM (57,6%). Namun sejumlah 104 ZOM (30,4%), akan mengalami kondisi kemarau ATAS NORMAL (MUSIM KEMARAU LEBIH BASAH, yaitu curah hujan Musim Kemarau lebih tinggi dari rerata klimatologis) dan 41 ZOM (12,0%) akan mengalami BAWAH NORMAL (MUSIM KEMARAU LEBIH KERING, yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya).
Kapan puncak musim kemarau tahun ini terjadi?
Puncak Musim Kemarau 2022 di wilayah Indonesia diprakirakan umumnya terjadi pada bulan Agustus 2022 (sebanyak 52,9 % Zona Musim).
Kesimpulan Prakiraan Musim Kemarau 2022
Musim Kemarau pada tahun 2022 akan datang lebih lambat dibandingkan normalnya dengan intensitas yang mirip dengan kondisi Musim Kemarau biasanya.
Rekomendasi menghadapi Musim Kemarau 2022
Dalam menghadapi Musim Kemarau 2022, BMKG menghimbau seluruh mitra K/L, Pemerintah Daerah dan stakeholder serta masyarakat untuk tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang akan memasuki musim kemarau lebih awal dibanding normalnya (sebanyak 26% Zona Musim), yaitu di sebagian Sumatera, sebagian Jawa, Kalimantan bagian selatan, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua bagian timur.
Perlunya peningkatan kewaspadaan dan antisipasi dini untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya (sebanyak 12% Zona Musim) yaitu di Sumatera Utara bagian utara, sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian utara, sebagian Jawa Timur, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, dan Maluku.
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat diharapkan untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan ketersediaan air bersih. Pemerintah Daerah dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air sebelum memasuki puncak Musim Kemarau untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.
Jakarta, 18 Maret 2022
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Dwikorita Karnawati
SIARAN PERS (PRESS RELEASE)
BMKG BERI PENJELASAN ISU FENOMENA CHEMTRAILS YANG AKIBATKAN MEWABAHNYA OMICRON
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjawab beredarnya isu mengenai penyebaran varian Omicron melalui chemtrails.
Kabar penyebab wabah Omicron melalui chemtrails beredar di media sosial masyarakat. Salah satunya video yang menampilkan awan mirip sisa pesawat yang direkam warganet di Buah Batu, Kota Bandung, Jawa Barat, pada 7 Februari 2022.
Menurut Plt. Deputi Bidang Klimatologi, Urip Haryoko, isu chemtrails dapat diklasifikasikan sebagai teori konspirasi yang menyebar dan membuat kepanikan publik. Chemstrails merupakan gabungan chemistry (kimia) dan trails (jejak), yang dimaknai sebagai penyebaran zat kimia tertentu (biasanya beracun atau berbahaya) melalui pesawat terbang. Oleh karena penyebarannya dilakukan dari udara, dampak terhadap paparan zat kimia ini dapat dirasakan secara luas dan sulit untuk dimitigasi.
Penelitian yang ditulis J. Marvin Herndon dan timnya berjudul Chemtrails are Not Contrails: Radiometric Evidence menyebut bahwa sampai saat ini, klaim chemtrails dan dampak negatifnya tidak terbukti.
“Belum ada laporan resmi atau publikasi ilmiah yang menyebutkan keberadaan, apalagi akibat buruk yang dapat ditimbulkan. Salah satu kajian menunjukkan bahwa klaim chemtrails tidak benar karena tidak ada kandungan zat kimia yang berbahaya dari jejak yang ditinggalkan oleh pesawat terbang,” tulis laporan yang tayang di Journal of Geography, Environment and Earth Science International, Maret 2020.
Urip menyebut, apa yang disebut chemtrails yaitu condensation trails atau sering disingkat sebagai contrails. Contrails adalah fenomena yang terjadi di udara akibat emisi dari mesin jet pesawat terbang yang bertemu dengan udara pada temperatur yang sangat rendah.
Proses pembentukan contrails diinisiasi oleh emisi uap air pada temperatur tinggi dari mesin jet pesawat terbang yang dengan cepat bertemu dengan udara pada temperatur yang sangat rendah. Pertemuan ini berturut-turut dilanjutkan dengan proses kondensasi (perubahan uap air menjadi air) dan proses sublimasi (air menjadi kristal es).
“Proses ini dapat disetarakan dengan proses pembentukan awan,” Ujar Urip.
Meski demikian, keberadaan contrails di udara bergantung pada kondisi atmosfer seperti penyinaran matahari, perbedaan temperatur, dan wind shear (perubahan instan arah dan kecepatan angin). Pada kondisi atmosfer yang stabil, contrails dapat bertahan lama dan menyebar secara lateral;
“Contrails menjadi fenomena yang penting dalam pembahasan mengenai pemanasan global. Hal ini karena keberadaannya di lapisan udara yang tinggi dapat memiliki karakter yang mirip dengan awan cirrus,” lanjutnya.
Awan cirrus merupakan awan pada lapisan udara tinggi yang dapat memantulkan balik radiasi gelombang panjang kembali ke permukaan bumi. Akibatnya temperatur di permukaan bumi dapat menjadi lebih panas dari kondisi normalnya.
Urip mengatakan ada dua pendekatan untuk menjawab kesalahan informasi mengenai fenomena contrails dan wabah Omicron. Pertama, Arias-Reyes, et al. yang berjudul Does the pathogenesis of SARS-CoV-2 virus decrease at high-altitude?. Respiratory physiology & neurobiology menyimpulkan bahwa proses pembentukan unsur patogen (berbahaya) dari virus SARS-CoV-2 berkurang pada lokasi dengan elevasi tinggi.
“Hal ini disebabkan karena virus tidak dapat bertahan lama pada lingkungan seperti ini karena minimnya lapisan oksigen. Contrails biasanya nampak pada ketinggian 7.000 meter sampai dengan 13.000 meter dengan lapisan oksigen yang sangat tipis,” ungkap Urip
Kedua, jika terdapat virus SARS-CoV-2 keberadaan sinar ultraviolet (UV) di udara mematikan virus ini sehingga tidak dapat menyebar secara luas dan sampai ke permukaan.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa chemtrails dan penyebaran Omicron merupakan informasi yang tak tepat dan dibuat untuk menciptakan keresahan masyarakat.
Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat
Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : @infoBMKG
https://www.bmkg.go.id/
SIARAN PERS (PRESS RELEASE)
BMKG URAIKAN MISKONSEPSI MENGENAI POLUSI UDARA SEBABKAN GELOMBANG OMICRON
Beredar video Babeh Aldo yang menyebut gelombang pandemi akibat Omicron sebagai pandemi polusi udara. Dalam video tersebut, Aldo menyebut bahwa zat PM2,5 yang meracuni udara akan membuat banyak warga masyarakat di perkotaan mengalami sakit.
“PM2,5 sangat mungkin bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, ISPA namanya. Ya bisa menyebabkan anosmia, badai sitokin, apa yang disebut Covid-19 itu bisa disebabkan oleh PM2,5,” kata dia.
Lantas bagaimana kebenaran data tersebut?
Plt. Deputi Bidang Klimatologi, Urip Haryoko, menjelaskan bahwa PM2.5 merupakan aerosol dengan ukuran diameter partikel kurang dari 2,5 mikrometer dan tergolong sebagai salah satu pencemar udara. Peningkatan konsentrasi PM2.5 di udara menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang secara visual dapat berdampak pada penurunan jarak pandang dan peningkatan kekeruhan kondisi atmosfer;
“Paparan terhadap konsentrasi PM2.5 yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada cardiovascular dan saluran pernapasan, terutama jika terpapar dalam waktu yang lama,” ungkap Urip di Jakarta, Rabu (16/2).
Nilai ambang batas konsentrasi PM2.5 menurut Peraturan BMKG Nomor 2 Tahun 2020 adalah sebesar 65 µg/m3.
Akibat dampak tersebut, muncul kesalahpahaman informasi (miskonsepsi) yang menyebut bahwa pencemaran udara menjadi penyebab penularan virus Sars-Cov-2 dan peningkatan pasien positif COVID-19.
Urip menambahkan, sebagai lembaga yang melakukan kegiatan monitoring dan analisis PM2.5, BMKG dipandang perlu meluruskan miskonsepsi di atas dengan memberikan penjelasan mengenai kondisi monitoring PM2.5, dampak, dan keterkaitannya dengan COVID-19.
“Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2.5 dan penularan COVID-19,” lanjut Urip, mengutip penelitian Anand et al. (2021) berjudul A review of the presence of SARS-CoV-2 RNA in wastewater and airborne particulates and its use for virus spreading surveillance, dan penelitian dari Maleki et al. (2021)) berjudul An updated systematic review on the association between atmospheric particulate matter pollution and prevalence of SARS-CoV-2.
“Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM2.5 sebagai penyebab COVID-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat,” ujarnya menambahkan.
Dari data konsestrasi harian PM2,5 dan jumlah kasus positif COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta 1 Januari hingga 6 Februari 2022 memperlihatkan bahwa peningkatan kasus positif COVID-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM2.5.
“Lonjakan konsentrasi PM2.5 yang terjadi misalnya di tanggal 5, 16, dan 30 Januari tidak seiring dengan penambahan kasus positif COVID-19 sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM2.5 menyebabkan peningkatan kasus positif COVID-19 tidak sesuai,” kata Urip.
Namun demikian, BMKG mengingatkan masyarakat bahwa paparan konsentrasi PM2.5 yang tinggi atau kondisi udara yang tercemar bisa meningkatkan risiko terhadap pasien COVID-19 yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas gangguan cardiovascular dan infeksi saluran pernapasan;
“Oleh karena itu, upaya untuk mitigasi terhadap dampak pencemaran udara dan pengurangan risiko paparan terhadap PM2.5 dan polutan udara lainnya perlu terus dilakukan guna meminimalkan tingkat mortalitas dari COVID-19,” tutup Urip.
Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat
Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : @infoBMKG
https://www.bmkg.go.id/
SIARAN PERS (PRESS RELEASE)
RILIS OUTLOOK IKLIM TAHUN 2022, INI DERETAN PREDIKSI BMKG SEPANJANG TAHUN
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyebut jika rata-rata wilayah Indonesia memperoleh normal curah hujan tahunan sebesar 2000 mm dengan variasi secara keruangan antara 500 mm hingga 4000 mm per tahun.
Namun, pada tahun 2022, jumlah curah hujan tahunan yang turun diprediksi lebih dari 2500 mm. Kondisi tersebut berpotensi terjadi di sejumlah wilayah diantaranya Sumatra utamanya sekitar pegunungan bukit barisan, sebagian Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Sementara curah hujan tahunan kurang dari 1500 mm berpotensi terjadi di NTB, NTT dan Sulawesi Tengah.
Terkait sebaran hujan bulanan pada tahun 2022, lanjut Dwikorita, BMKG memprediksi bahwa curah hujan sepanjang bulan Januari hingga Oktober secara umum akan sedikit lebih tinggi dibandingkan Normalnya. Sedangkan pada bulan November dan Desember curah hujan diprediksi sedikit lebih rendah dibanding Normalnya.
Apabila dibandingkan dengan curah hujan pada tahun 2021, kata dia, maka secara umum curah hujan tahun 2022 diprediksi akan lebih rendah, khususnya di bulan Januari, Maret, Mei, September, Oktober, dan November 2022. Dalam hal tren suhu, Dwikorita mengungkapkan bahwa suhu tahun 2022 akan jauh lebih tinggi dibanding rata-rata normalnya (sebesar 26,6 °C). Tren kenaikan suhu juga terjadi secara terus-menerus di Indonesia.
Namun begitu, rekor tahun terpanas masih diduduki tahun 2016 dengan nilai anomali sebesar 0,8°C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Suhu udara rata-rata tahunan 2021 ialah 27,0°C dan menempati urutan ke-8 tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,4°C. Tahun 2020 dan 2019 menempati urutan kedua dan ketiga tahun terpanas dengan nilai anomali masing-masing sebesar 0,7° dan 0,6°C.
Sementara itu, meski curah hujan tahun 2022 diprediksi sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2021 lalu, namun Dwikorita mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat harus tetap mewaspadai potensi terjadinya bencana hidrometeorologi.
Utamanya di daerah yang diprediksikan memperoleh curah hujan bulanan di atas normal diantaranya Sumatra bagian tengah hingga utara, Kalimantan bagian timur dan utara, Jawa bagian barat, sebagian Sulawesi, Nusa Tenggara bagian timur, Maluku dan Papua pada bulan Januari. Selanjutnya di sebagian Sumatra, sebagian Jawa, Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku bagian utara dan Papua pada bulan Februari. Dan, terakhir Sumatra bagian utara, Jawa, Kalimantan bagian utara, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan sebagian Papua pada bulan Maret.
"Dampak negatif dan positif yang disebabkan oleh iklim harus tetap dipetakan. Kondisi curah hujan diatas normal dapat dimanfaatkan untuk kecukupan kebutuhan sumber daya air, sektor pertanian, dan sektor kehutanan,” terang Dwikorita di Jakarta, Senin (10/1).
Terkait dampak negatif, tambah Dwikorita, Pemerintah Daerah dan masyarakat harus mewaspadai, mengantisipasi dan melakukan aksi mitigasi guna menghindari dan mengurangi risiko bencana hidrometeorologi. Jangka panjangnya, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata ruang dan tata kelola air dengan mempertimbangkan pengaruh dan dampak perubahan iklim baik pada tingkat global, regional dan lokal, sebagai langkah antisipasi terhadap semakin meningkatnya frekuensi dan intensitas multibencana hidrometeorologi.
Sementara itu, Plt. Deputi Klimatologi Urip Haryoko menambahkan, pada semester I tahun 2022, anomali iklim ENSO di Samudera Pasifik diprediksikan akan masih berada pada fase La Nina dengan intensitas moderate, dan akan kembali Netral pada Semester II. Sementara itu anomali iklim IOD di Samudera Hindia diprediksikan akan berada pada kondisi Netral pada periode tersebut. Di wilayah Indonesia, suhu muka laut di bagian timur diprediksikan hangat.
Urip mengatakan, Informasi BMKG dalam Climate Outlook, Prediksi Musim dan iklim bulanan dapat digunakan sebagai acuan dalam antisipasi dampak keadaan iklim 2022 terhadap kegiatan sektoral yang penting, diantaranya sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor pekerjaan umum, sektor pariwisata, sektor kesehatan, dan sektor kebencanaan.
Di antaranya, lanjut Urip di sektor pertanian dimana pemerintah daerah dan masyarakat dapat mengatur pola tanam sesuai dengan ketersediaan air; memilih komoditas dan varietas sesuai dengan prediksi iklim, upaya adaptasi lebih fokus dan tepat lokasi, seperti untuk wilayah yang diprediksi kering dapat menyediakan air melalui sumur pompa, dam parit, embung, longstorage. Sedangkan untuk yang diprediksi lebih basah dapat menyiapkan sistem drainase yang baik, dan menekan kehilangan hasil pertanian akibat kekeringan atau serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Sektor lainnya, tambah Urip, seperti di sektor kehutanan dimana potensi kelimpahan air hujan dapat dimanfaatkan untuk mendukung untuk aktivitas penanaman pohon dan reboisasi, demikian pula untuk kebencanaan hidrometeorologi kekeringan dengan tetap menjaga kesiagaan, potensi karhutla pun tidak terlalu tinggi.
Sementara di sektor kebencanaan, tingginya curah hujan berpeluang menimbulkan bencana hidrometeorologi di wilayah Sumatra bagian tengah, Kalimantan bagian utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
"Bencana di sektor kesehatan juga perlu diperhatikan. Meningkatnya curah hujan juga turut meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam Berdarah Dengue," tuturnya.
"Karenanya, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) menjadi hal yang wajib dilakukan selama musim penghujan agar tidak menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah.," pungkas Urip. (*)
Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat
Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : @infoBMKG
SIARAN PERS (PRESS RELEASE)
WEBINAR LITERASI IKLIM LINTAS AGAMA, UPAYA MEMBANGUN KESADARAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT RELIGIUS TERHADAP IKLIM DAN LINGKUNGAN
Jakarta – Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG pada Selasa (30/11) menyelenggarakan kegiatan webinar sehari bertajuk “Literasi dan Aksi Iklim Generasi Muda Religius Lintas Agama dan Tanggap Bencana Hidrometeorologi Dampak La Nina 2021” yang dilaksanakan secara virtual dan disiarkan dari Jakarta. Kegiatan ini merupakan forum diskusi dan berbagi pengalaman best practice yang melibatkan para pemerhati iklim dan pegiat lingkungan dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan berbasis keagamaan dari 6 agama besar di Indonesia. Menghadirkan keynote speaker dari Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG yang diwakili oleh Plt. Deputi Bidang Klimatologi, Bapak Dr. Urip Haryoko dan dari Lembaga Pemulihan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, MUI (Dr. Hayu Prabowo), agenda paparan dan diskusi juga menghadirkan para pembicara dari kalangan pemuda dan pemuka agama dari berbagai organisasi lintas agama, antara lain Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (Fitri Ariyani, S.AG, MM), Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah (Dr. Gatot Supangkat, MP, IPM), Gereja Kristen Indonesia (Pdt. Robby Igusti Chandra, DMin, MA. MATh), Keuskupan Agung Jakarta (Rm. A. Andang Listya Binawan), Parisada Hindu Dharma Indonesia (I Gede Raka Subawa, ST, MM, CPA, CPI), Majelis Nichiren Shoshu Buddha Dharma Indonesia (Pandita Utama Alim Sudio, S.Psi) dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Js. Yugi Yunardi, S.Pt., M.Ag). Selain dari organisasi lintas agama, turut hadir pembicara dari BMKG yang diwakili oleh Kepala Pusat Jaringan Komunikasi (Gregorius Setyadhi Budhi Dharmawan, SE, M.T) dan Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan (Dr. Ardhasena Sopaheluwakan serta pembicara dari organisasi Greenfaith (Nana Firman). Turut hadir pula Lia Zakiyyah dari Climate Reality Indonesia dan Hary Tirto Djatmiko, ST dari BMKG yang berperan sebagai moderator.
Forum webinar ini membahas aksi-aksi nyata apa saja yang telah dilakukan para generasi muda dan masyarakat komunitas dari berbagai organisasi lintas agama terkait upaya menjaga kelestarian lingkungan sebagai langkah adaptasi dan mitigasi terhadap potensi resiko dampak bencana hidrometeorologis yang semakin sering terjadi sebagai indikasi bahwa perubahan iklim telah terjadi.
Dalam sesi diskusi, Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dr. Urip Haryoko sempat menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pembicara yang hadir dimana acara kali ini berbeda dari biasanya dengan hadirnya tokoh pemuda dan para pemuka agama dari 6 agama yang berbeda. Para pemuka agama mempunyai peran yang sangat besar dan mempunyai pengaruh luar biasa dalam membangun kesadaran dan menggerakan masyarakat untuk semakin peduli dengan kelestarian lingkungannya dengan mencermati berbagai fenomena iklim, potensi bencana yang bisa ditimbulkan sekaligus potensi keberkahannya yang bisa meningkatkan kualitas hidup manusia jika dimitigasi dengan baik.
Di akhir acara dilakukan pembacaan 13 poin resume hasil pembahasan yang disampaikan oleh Koordinator Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Hary Tirto Djatmiko, ST yang pada intinya menekankan upaya penanganan krisis iklim perlu dilakukan melalui pendekatan agama untuk memperbaiki kualitas perilaku manusia yang seringkali tidak terkontrol untuk kepentingan ekonomi sehingga rentan menimbulkan kerusakan lingkungan akibat pengurasan sumber daya alam yang mereka lakukan. Perubahan iklim pun menjadi konsekuensi dari kompetisi ekonomi dan ekosistem tersebut, yang terwujud dalam bentuk peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim dan bencana hidrometeorologis, dibarengi dengan kerusakan lingkungan yang memperparah krisis iklim itu sendiri.
Selain itu ditekankan pula perlunya semacam forum yang mewadahi gerakan-gerakan aksi iklim dan peduli lingkungan di kalangan masyarakat lintas agama dalam bentuk sosialisasi, aksi dan advokasi untuk mencetak generasi muda/milenial menjadi agen-agen perubahan yang pro iklim. Disini BMKG berperan sebagai penyedia layanan informasi sistim peringatan dini multi-bencana (MHEWS) yang didedikasikan untuk para stakeholder dengan konsep informasi integratif geo-hidrometeorologi dan interaksi dua arah (feedback source-user). Sistem ini dapat dikustomisasi bersama oleh pemerintah daerah ataupun organisasi mitra terkait.
SIARAN PERS (PRESS RELEASE)
WASPADA LA-NINA DAN PENINGKATAN RISIKO BENCANA HIDROMETEOROLOGI
Jakarta (18 Oktober 2021) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan Peringatan Dini untuk WASPADA datangnya La-Nina menjelang akhir tahun ini. Berdasarkan monitoring terhadap perkembangan terbaru dari data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, menunjukkan bahwa saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina, yaitu sebesar -0.61 pada Dasarian I Oktober 2021. Kondisi ini berpotensi untuk terus berkembang dan kita harus segera bersiap menyambut kehadiran La Nina 2021/2022 yang diprakirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah - sedang, setidaknya hingga Februari 2022.
Didasarkan pada kejadian La Nina tahun 2020 lalu, hasil kajian BMKG menunjukkan bahwa curah hujan mengalami peningkatan pada November-Desember-Januari terutama di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan, maka La Nina tahun ini diprediksikan relatif sama dan akan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan berkisar antara 20 - 70% di atas normalnya. Dengan adanya potensi peningkatan curah hujan pada periode musim hujan tersebut maka perlu kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap potensi lanjutan dari curah hujan tinggi yang berpotensi memicu bencana hidrometeorologi.
Dwikorita juga mengingatkan agar Pemerintah Daerah, masyarakat dan semua pihak terkait dengan pengelolaan sumber daya air dan pengurangan risiko bencana yang berada di wilayah yang berpotensi terdampak La-Nina, agar bersiap segera untuk melakukan langkah pencegahan dan mitigasi terhadap peningkatan potensi bencana Hidrometeorologi seperti banjir, longsor, banjir bandang, angin kencang atau puting beliung ataupun terjadinya badai tropis.
Sementara itu Deputi Klimatologi Urip Haryoko menambahkan, berdasarkan hasil pengamatan data dari jejaring stasiun pengamatan hujan BMKG di seluruh wilayah Indonesia hingga Dasarian I (sepuluh hari pertama) Oktober 2021, menunjukkan hasil monitoring perkembangan musim hujan tahun 2021/2022 bahwa 19,3% wilayah zona musim di Indonesia telah memasuki musim hujan. Beberapa zona musim Indonesia yang telah mengalami musim hujan tersebut meliputi wilayah Aceh bagian tengah, Sumatera Utara, sebagian besar Riau, Sumatera Barat, Jambi, sebagian besar Sumatera Selatan, Lampung bagian barat, Banten bagian timur, Jawa Barat bagian selatan, Jawa Tengah bagian barat, sebagian kecil Jawa Timur bagian selatan, sebagian Bali, Kalimantan Utara, sebagian besar Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan bagian selatan dan timur, Kalimantan tengah bagian timur, Pulau Taliabu dan Pulau Seram bagian selatan.
Hal ini menunjukkan kesesuaian dengan prediksi prakiraan awal musim hujan 2021/2022 BMKG sebagaimana disampaikan sebelumnya oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers daring di bulan Agustus (26/8/2021) yang lalu bahwa awal musim hujan di wilayah Indonesia, akan maju lebih dini mulai Oktober.
BMKG juga telah memprakirakan bahwa sebagian wilayah Indonesia yang akan memasuki periode Musim Hujan mulai Oktober ini, meliputi wilayah Aceh bagian timur, Riau bagian tenggara, Jambi bagian barat, Sumatera Selatan bagian tenggara, Bangka Belitung, Banten bagian barat, Jawa Barat bagian tengah, Jawa Tengah bagian barat dan tengah, sebagian DI Yogyakarta dan sebagian kecil Jawa Timur, Kalimantan Tengah bagian timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Sedangkan beberapa wilayah Indonesia lainnya, akan memasuki musim hujan pada bulan November hingga Desember 2021 secara bertahap dalam waktu yang tidak bersamaan. Secara umum, sampai dengan bulan November 2021 nanti diprakirakan 87.7% wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan. Kemudian pada akhir bulan Desember 2021, BMKG memprakirakan 96.8% wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan.
Perlu dicermati juga bulan Oktober ini bagi beberapa wilayah di pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan merupakan wilayah yang sedang mengalami periode transisi atau peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan. Pada periode peralihan musim ini, perlu diwaspadai fenomena cuaca ekstrim yang sering muncul, seperti hujan lebat, angin puting beliung, angin kencang meskipun periodenya singkat tapi sering memicu terjadinya bencana hidrometeorologi. Kewaspadaan dalam menghadapi musim hujan ini selain wilayah-wilayah yang langganan atau berpotensi banjir dan longsor, lebih waspada lagi pada periode puncak musim hujan yang diprediksi akan dominan terjadi bulan Januari dan Februari 2022.
Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi dan diharapkan terus memantau perkembangan iklim dan cuaca terkini, BMKG membuka layanan informasi cuaca dan iklim 24 jam, yaitu melalui:
- https://www.bmkg.go.id;
- https://iklim.bmkg.go.id;
- follow media sosial @infoBMKG;
- aplikasi iOS dan android "Info BMKG";
- atau dapat langsung menghubungi kantor BMKG terdekat.
Jakarta, 18 Oktober 2021
Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat
SIARAN PERS (PRESS RELEASE)
TIDAK BENAR GELOMBANG PANAS SEDANG TERJADI DI INDONESIA, BMKG MEMINTA MASYARAKAT TIDAK PANIK DAN TETAP WASPADA
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menanggapi pesan berantai yang beredar diberbagai platform media sosial, dan whatsapp bahwa GELOMBANG PANAS KINI MELANDA NEGARA INDONESIA. Disebutkan bahwa kini cuaca sangat panas, suhu pada siang hari bisa mencapai 40 derajat celcius, dianjurkan untuk menghindari minum es atau air dingin. Berita yang beredar ini tentu tidak tepat dan tidak benar (HOAX), karena kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak bisa dikatakan sebagai gelombang panas.
Gelombang panas terjadi pada wilayah yang terletak pada Lintang menengah dan tinggi. Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator yang secara sistem dinamika cuaca tidak memungkinkan terjadinya gelombang panas.
Gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca (suhu) panas yang tidak biasa yang biasanya berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO) disertai oleh kelembapan udara yang tinggi. Untuk dianggap sebagai gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5 derajat celcius lebih panas, dari rata-rata klimatologis suhu maksimum, dan setidaknya telah berlangsung dalam lima hari berturut-turut. Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikatakan sebagai gelombang panas.
Gelombang panas umumnya terjadi berkaitan dengan berkembanganya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara persisten dalam beberapa hari. Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, terjadi pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menuju permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhunya meningkat. Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut.
Suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya Gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Saat ini, berdasarkan pantauan BMKG terhadap suhu maksimum di wilayah Indonesia, memang suhu tertinggi siang hari ini mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir. Tercatat suhu > 36 °C terjadi di Medan, Deli Serdang, Jatiwangi dan Semarang pada catatan meteorologis tanggal 14 Oktober 2021. Suhu tertinggi pada hari itu tercatat di Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah I, Medan yaitu 37,0 °C. Namun catatan suhu ini bukan merupakan penyimpangan besar dari rata-rata iklim suhu maksimum pada wilayah ini, masih berada dalam rentang variabilitasnya di Bulan Oktober.
Setidaknya suhu maksimum yang meningkat dalam beberapa hari ini dapat disebabkan oleh beberapa hal:
- Pada bulan Oktober, kedudukan semu gerak matahari adalah tepat di atas Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dalam perjalannya menuju posisi 23 lintang selatan setelah meninggalkan ekuator. Posisi semu Matahari di atas Pulau Jawa akan terjadi 2 kali yaitu di bulan September/Oktober dan Februari/Maret, sehingga puncak suhu maksimum terasa di wilayah Jawa hingga NTT terjadi di seputar bulan-bulan tersebut.
- Cuaca cerah juga menyebabkan penyinaran langsung sinar matahari ke permukaan lebih optimal sehingga terjadi pemanasan suhu permukaan. Kondisi tersebut berkaitan dengan adanya Siklon Tropis KOMPASU di Laut Cina Selatan bagian Utara yang menarik masa udara dan pertumbuhan awan-awan hujan serta menjauhi wilayah Indonesia sehingga cuaca di wilayah Jawa cenderung menjadi lebih cerah - berawan dalam beberapa hari terakhir.
Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi terkini, BMKG membuka layanan informasi cuaca dan iklim 24 jam, yaitu melalui:
- http://www.bmkg.go.id;
- follow media sosial @infoBMKG;
- aplikasi iOS dan android "Info BMKG";
- atau dapat langsung menghubungi kantor BMKG terdekat.
Jakarta, 15 Oktober 2021
Plt. Deputi Bidang Klimatologi
Urip Haryoko
SIARAN PERS (PRESS RELEASE)
MEMASUKI AWAL MUSIM HUJAN PERTANDA MASA PANCAROBA, WASPADAI DAMPAK POTENSI CURAH HUJAN TINGGI DI SEJUMLAH WILAYAH INDONESIA DALAM 10 HARI KE DEPAN
Sejumlah wilayah di Indonesia saat ini telah memasuki awal musim hujan, kondisi tersebut sebagai pertanda masa peralihan/transisi/pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan. Berdasarkan analisis curah hujan pada dasarian I Oktober 2021, sebanyak 3,22% wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan dan sebagian besar wilayah masih mengalami musim kemarau. Wilayah yang sudah mengalami musim hujan meliputi sebagian Sumatera Utara, sebagian Riau, sebagian besar Sumatera Barat, Kalimantan Selatan bagian selatan, dan Kalimantan Timur bagian selatan.
Prakiraan musim hujan tahun 2021/2022 BMKG, menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan mengalami Awal Musim Hujan 2021/2022 pada kisaran bulan Oktober dan November 2021 sebanyak 342 ZOM (Zona Musim) atau sekitar 19,3%. Sifat Hujan di sebagian besar daerah diprediksi Normal sebesar 71,4%, sedangkan 25,7% berada di Atas Normal, serta 2,9% diprakirakan Bawah Normal. Puncak Musim Hujan 2021/2022 di sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan terjadi pada bulan Januari dan Februari 2022 yakni sebanyak 71,3%.
Hasil analisis BMKG menunjukkan pada dasarian II Oktober 2021 wilayah yang diprakirakan mengalami hujan kategori tinggi (> 150 mm/dasarian) meliputi sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan bagian selatan, Kalimantan Utara bagian utara, Kalimantan Timur bagian barat, Papua bagian utara dan tengah.
Peringatan Dini Curah Hujan Tinggi
Mengacu pada hal tersebut diatas dan prediksi peluang hujan tinggi > 70% , maka perlu kewaspadaan terhadap dampak potensi curah hujan tinggi dan potensi cuaca ekstrim. Berdasarkan prakiraan peluang curah hujan dasarian (10 harian), terdapat indikasi potensi curah hujan tinggi hingga 2 (dua) dasarian ke depan dengan status Waspada, Siaga hingga Awas, sebagai berikut :
i. Kategori AWAS: -
ii. Kategori SIAGA: -
iii. Kategori WASPADA: Papua (Asmat, Boven Digoel, Mimika, Nduga, Paniai, Puncak, Yahukimo).
Prakiraan Daerah Potensi Banjir
Dasarian II Oktober 2021 daerah yang perlu diwaspadai, sebagai berikut :
i. Kategori TINGGI : -
ii. Kategori MENENGAH : -
Dasarian III Oktober 2021 daerah yang perlu diwaspadai, sebagai berikut :
i. Kategori TINGGI : -
ii. Kategori MENENGAH : Provinsi Papua (Kab. Deiyai, Dogiyai, Jayawijaya, Mimika, Nabire dan Paniai).
Sementara itu BMKG juga menganalisis curah hujan pada dasarian I Oktober 2021 berada pada kriteria Rendah hingga Menengah (0 – 150 mm/dasarian). Monitoring hari tanpa hujan berturut-turut (HTH) hingga pemutakhiran data 10 Oktober 2021 menunjukkan HTH ekstrem panjang teramati terjadi di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan HTH terpanjang selama 189 hari terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis
Mengacu pada monitoring kejadian HTH diatas dan prediksi peluang hujan kategori rendah (<20 mm/10 hari), terdapat indikasi adanya potensi kekeringan meteorologis pada beberapa kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, dengan status Siaga dan Awas sebagai berikut :
- Kategori AWAS: NTT (Kotamadya Kupang, Kab. Kupang, Kab. Timortengah Selatan)
- Kategori SIAGA: -
- Kategori WASPADA: -
Memasuki masa peralihan/transisi/pancaroba dari Musim Kemarau ke Musim Hujan, masyarakat dihimbau dapat lebih mewaspadai kejadian cuaca ekstrem seperti hujan es, hujan lebat dengan periode singkat, dan angin puting beliung dengan melakukan pemeriksaan sarana-prasarana dan lingkungan di sekitarnya. Periode musim hujan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menambah luas tanam, melakukan panen air hujan, dan mengisi waduk/danau yang berguna untuk periode musim kemarau yang akan datang. Masyarakat diharapkan terus memantau perkembangan iklim dan cuaca terkini melalui berbagai macam kanal informasi resmi dari BMKG. Informasi Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis dan Informasi Prediksi Potensi Banjir Dasarian terkini dapat diakses dari https://iklim.bmkg.go.id.
Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi terkini, BMKG membuka layanan informasi cuaca dan iklim 24 jam, yaitu melalui:
- http://www.bmkg.go.id;
- follow media sosial @infoBMKG;
- aplikasi iOS dan android "Info BMKG";
- atau dapat langsung menghubungi kantor BMKG terdekat.
Jakarta, 14 Oktober 2021
Plt. Deputi Bidang Klimatologi
Urip Haryoko
SIARAN PERS (PRESS RELEASE)
PERALIHAN MUSIM, BMKG WANTI-WANTI CUACA EKSTREM 10 HARI KEDEPAN
JAKARTA (7 Oktober 2021) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat mewaspadai cuaca ekstrem selama 10 hari ke depan. Peringatan ini berdasarkan pertanda masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Berdasarkan analisis curah hujan pada dasarian III September 2021, sebanyak 11.99% wilayah Indonesia sudah masuk musim hujan dan sebagian besar wilayah masih mengalami musim kemarau.
Berdasarkan analisis dinamika atmosfer, pada periode pekan ini dan potensi beberapa hari ke depan, fenomena gelombang atmosfer teridentifikasi aktif di sekitar wilayah Indonesia termasuk di wilayah Sumatra Utara, Kalimantan, Sulawesi Utara, dan sebagian Jawa. Fenomena gelombang atmosfer tersebut adalah Gelombamg Rossby Ekuatorial dan Gelombang Kelvin yang aktif di sekitar Sumatra Selatan dan Jawa.
Gelombang Rossby Ekuatorial dan Gelombang Kelvin adalah fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala yang luas di sekitar wilayah fase aktif yang dilewatinya. Gelombang Kelvin bergerak dari arah Samudra Hindia ke arah Samudera Pasifik melewati wilayah Indonesia dengan siklus 30-40 hari pada MJO, sedangkan pada Kelvin skala harian.
Sebaliknya, fenomena Gelombang Rossby bergerak dari arah Samudra Pasifik ke arah Samudra Hindia dengan melewati wilayah Indonesia. Sama halnya seperti Gelombang Kelvin, ketika Gelombang Rossby aktif di wilayah Indonesia maka dapat berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah indonesia.
Secara umum kondisi atmosfer di sebagian besar wilayah Indonesia masih cukup basah untuk sepekan ke depan, terutama di wilayah barat dan tengah. Sementara itu pola belokan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) yang dapat mengakibatkan peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan teridentifikasi masih terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
Suhu muka laut dan anomali suhu muka laut juga terpantau masih hangat di sebagian besar perairan di Indonesia yang dapat mendukung peningkatan suplai uap air sebagai sumber pembentukan awan-awan hujan secara regional. Berdasarkan kondisi tersebut diuraikan di atas, BMKG memprakirakan potensi hujan sedang-lebat, yang dapat disertai kilat atau petir serta angin kencang dalam periode 07 - 13 Oktober 2021 terdapat di wilayah provinsi,
Aceh, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, Papua.
Peringatan Dini Curah Hujan Tinggi
Mengacu pada hal tersebut di atas dan prediksi peluang hujan tinggi > 70%, maka perlu kewaspadaan terhadap dampak potensi curah hujan tinggi dan potensi cuaca ekstrem. Berdasarkan prakiraan peluang curah hujan dasarian (10 harian), terdapat indikasi potensi curah hujan tinggi hingga 1 dasarian ke depan dengan status waspada, siaga hingga awas, sebagai berikut:
i. Kategori awas: Papua (Yahukimo)
ii. Kategori siaga: Papua Barat (Kaimana), Papua (Asmat, Dogiyai, Mimika, Nabire, Nduga, Paniai, Pegunungan Bintang, Puncak, Yalimo)
iii. Kategori waspada: Papua Barat (Kaimana, Manokwari, Tambrauw, Teluk Bintuni), Papua (Boven Digoel, Jaya Wijaya, Jayapura, Keerom, Lanny Jaya, Mappi, Memberamo Raya, Puncak Jaya, Sarmi, Tolikara).
Prakiraan Daerah Potensi Banjir
Dasarian I Oktober 2021 daerah yang perlu diwaspadai, sebagai berikut:
i. Kategori tinggi: Provinsi Papua (Kabupaten Dogiyai, Mimika, Nabire dan Paniai).
ii. Kategori menengah: Provinsi Kalimantan Barat (Kabupaten Kapuas Hulu, Melawi, Sintang), Provinsi Kalimantan Tengah (Kabupaten Gunung Mas, Kapuas, Katingan, Kotawaringin Timur, Murung Raya), Provinsi Kalimantan Utara (Kabupaten Malinau), Provinsi Sulawesi Tengah (Kabupaten Sigi), Provinsi Sulawesi Barat (Kabupaten Mamasa, Mamuju, Mamuju Tengah), Provinsi Maluku (Kabupaten Maluku Tengah), Provinsi Papua Barat (Kabupaten Manokwari, Teluk Bintuni) dan Provinsi Papua (Kabupaten Deiyai, Dogiyai, Jayapura, Jayawijaya, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Mimika, Nabire, Paniai, Yalimo).
Dasarian II Oktober 2021 daerah yang perlu diwaspadai, sebagai berikut :
i. Kategori tinggi: -
ii. Kategori menengah: Provinsi Papua (Kabupaten Deiyai, Dogiyai, Paniai, Jayapura, Jayawijaya, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Mimika, Nabire, Paniai, Yalimo)
Sementara itu BMKG juga menganalisis curah hujan pada dasarian II September 2021 berada pada kriteria rendah hingga menengah (0-150 mm/dasarian). Monitoring hari tanpa hujan berturut-turut (HTH) hingga pemutakhiran data 30 September 2021 menunjukkan HTH ekstrem panjang teramati terjadi di Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan HTH terpanjang selama 179 hari terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis
Selain prakiraan hujan ekstrem, BMKG juga memonitor terjadinya HTH di atas dan prediksi peluang hujan kategori rendah (<20 mm/10 hari), terdapat indikasi adanya potensi kekeringan meteorologis pada beberapa kabupaten/kota di provinsi Bali, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, dengan status siaga dan awas sebagai berikut:
1. Kategori Awas: Bali (Buleleng), Nusa Tenggara Barat (Bima), Nusa Tenggara Tmur (Belu, Flores Timur, Kupang, Nagekeo, Sumba Barat, Sumba Timur)
2. Kategori Siaga: Nusa Tenggara Barat (Dompu, Lombok Timur), Nusa Tenggara Timur (Ende, Ngada, Sikka, Timortengah Selatan).
3. Kategori Waspada: Maluku (Maluku Barat Daya), Nusa Tenggara Timur (Alor, Timortengah Timur).
Untuk itu, memasuki masa peralihan/transisi/pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan, masyarakat diimbau dapat lebih mewaspadai kejadian cuaca ekstrem seperti hujan es, hujan lebat dengan periode singkat, dan angin puting beliung dengan melakukan pemeriksaan sarana-prasarana, dan lingkungan di sekitarnya.
Periode musim hujan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menambah luas tanam, melakukan panen air hujan, dan mengisi waduk/danau yang berguna untuk periode musim kemarau yang akan datang.
Masyarakat diharapkan terus memantau perkembangan iklim dan cuaca terkini melalui berbagai macam kanal informasi resmi dari BMKG. Informasi Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis dan Informasi Prediksi Potensi Banjir Dasarian terkini dapat diakses dari https://iklim.bmkg.go.id
Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi terkini, BMKG membuka layanan informasi cuaca dan iklim 24 jam, yaitu melalui:
http://www.bmkg.go.id;
media sosial @infoBMKG;
aplikasi iOS dan android Info BMKG;
call center BMKG (196);
atau hubungi kantor BMKG terdekat.
Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat
Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : @infoBMKG
LIST SIARAN PERS
- PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU – Maret 2022
- PENJELASAN ISU FENOMENA CHEMTRAILS DAN OMICRON – Februari 2022
- MISKONSEPSI POLUSI UDARA DAN GELOMBANG OMICRON – Februari 2022
- RILIS OUTLOOK IKLIM 2022 – Januari 2022
- WEBINAR LITERASI IKLIM LINTAS AGAMA – November 2021
- WASPADA LA NINA DAN PENINGKATAN RESIKO BENCANA HIDROMETEOROLOGI – Oktober 2021
- TIDAK BENAR GELOMBANG PANAS SEDANG TERJADI DI INDONESIA, JANGAN PANIK DAN TETAP WASPADA – Oktober 2021
- AWAL MUSIM HUJAN PERTANDA MASA PANCAROBA, WASPADA DAMPAK POTENSI CURAH HUJAN TINGGI – Oktober 2021
- PERALIHAN MUSIM, BMKG WANTI-WANTI CUACA EKSTREM 10 HARI KEDEPAN – Oktober 2021